Mencari Sistem Pembiayaan yang Tepat untuk Program JKN

Mencari Sistem Pembiayaan yang Tepat untuk Program JKN

 

Nino Eka Putra ~ Humas FEB UI

DEPOK – Magister Ekonomi Kependudukan dan Ketenagakerjaan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia mengadakan Kuliah Umum dengan mengangkat tema “Kajian Sistem Pembiayaan Kesehatan di Tengah Implementasi Program JKN” yang berlangsung di ruang RG. Kartono Gunawan, LD, pada Jumat (16/11/2018).

Dr. Pandu Harimurti, MPPM selaku Senior Health Spcecialist, World Bank Indonesia menjadi pemateri dalam Kuliah Umum ini. Indonesia memiliki pertumbuhan ekonomi yang sangat stabil sekitar 5% – 6%. Dalam hal ini, pemerintah memberikan anggaran khususnya untuk sektor kesehatan sebesar 5%. Angka ini masih relatif kecil dibandingkan dengan program kesehatan Indonesia yang banyak didanai oleh luar negeri.

Bila melihat pembiayaan kesehatan di tingkat sub nasional terdapat pendapatan dari BPJS yang akan menjadi sumber pendapatan terbesar untuk kantor-kantor kesehatan di kabupaten dan kebanyakan disalurkan ke puskesmas dalam bentuk pembayaran kapitasi. Hingga 40% dari pendapatan kapitasi ditujukan untuk belanja operasional dengan sisanya digunakan untuk bonus dan insentif keuangan bagi pekerja kesehatan.

Pada tahun 2015, sekitar 54% digunakan untuk pengeluaran puskesmas dan insentif staf. Selain itu, hanya 13% digunakan untuk belanja obat-obatan, barang habis pakai, dan peralatan kesehatan. “Lebih dari 85% puskesmas tidak dapat menggunakan semua dana yang diterima melalui kapitasi. Pemerintah daerah mendapatkan keuntungan dari ketidakjelasan ini karena mereka dapat memperoleh kembali dana kapitasi yang tidak terpakai dari puskesmas pada akhir tahun,” ucap Pandu Harimurti.

Namun, pembayaran kapitasi diatur oleh 11 peraturan dan ada kebingungan antara pemerintah daerah, penyedia, dan BPJS tentang pengeluaran operasional apa yang dicakup di bawah kapitasi JKN dan apa yang terkonsentrasi di bawah anggaran pemerintah.

“Sementara, Out of Paket (OOP) terus menjadi sumber utama dalam struktur pembiayaan kesehatan Indonesia. Penting untuk diingat bahwa Social Health Insurance (SHI) bagian dari sistem kesehatan. Bagian terbesar pembiayaan publik untuk kesehatan dilaksanakan di tingkat sub nasional yang masih bergantung pada transfer pusat,” tambah dia.

Di sisi lain, untuk meningkatkan efisiensi pengeluaran harus menjadi bagian integral dari pilihan kebijakan untuk memastikan keberlanjutan keuangan. “Tetapi, sebagai salah satu tingkat kebijakan, transfer Pusat ini belum terkait secara memadai dengan kinerja (serupa dengan pembayaran JKN). Kesinambungan keuangan program JKN harus mempertimbangkan secara proporsional sisi pendapatan dan pengeluaran,” tutupnya. (Des)