Akuntansi Syariah Sebagai Landasan Transaksi Keuangan dan Kontrak Kerjasama Berbasis Syariah

Akuntansi Syariah Sebagai Landasan Transaksi Keuangan dan Kontrak Kerjasama Berbasis Syariah

 

Nino Eka Putra ~ Humas FEB UI

DEPOK – Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia menyelenggarakan Kuliah Umum dengan pembahasan “Akuntansi Syariah” yang berlangsung di Auditorium Soeria Atmadja, pada Sabtu (17/11/2018).

Catur Sasongko, S.E., MBA selaku Direktur PT Salemba Emban Patria menjadi pemateri dalam Kuliah Umum ini. Akuntansi syariah merupakan proses akuntansi yang memberikan informasi yang tepat (tidak harus terbatas pada data keuangan) kepada pemangku kepentingan dari suatu entitas yang kemudian akan memungkinkan untuk memastikan bahwa entitas tersebut terus beroperasi dalam batas-batas syariah Islam dan menyampaikan tujuan sosio-ekonominya.

Akuntansi syariah diperlukan sebagai suatu tuntutan atas pelaksanaan syariah dan kebutuhan akibat pesatnya perkembangan transaksi syariah. Di dalam akuntansi syariah ada akad/kontrak/transaksi. Jenis akad terdiri dari tabaru (membantu sesama dalam hal meminjamkan uang tanpa mengharapkan apapun), dan tijarah (mendapatkan keuntungan dari perjanjian kerjasama).

“Transaksi yang dilarang dalam akuntansi syariah, yaitu semua aktivitas dan perdagangan atas barang & jasa yang diharamkan oleh Allah (riba, penipuan, perjudian). Transaksi yang mengandung ketidakpastian gharar (penimbunan barang/ihtikar, monopoli, rekayasa permintaan), dan transaksi suap (ta’alluq, pembelian kembali oleh penjual dari pihak pembeli, talaqqi al-rukban),” kata Catur Sasongko.

Prinsip sistem keuangan syariah mencakup terhadap pelarangan riba, pembagian risiko, tidak menganggap uang sebagai komoditas, larangan melakukan kegiatan spekulatif, dan salah satu pihak tidak boleh mengingkari kontrak sehingga terjaga dan tetap suci. “Selain itu, asumsi dasar syariah digolongkan dalam dua jenis, akrual (transaksi diakui saat terjadi, bagi hasil menggunakan basis kas), dan kelangsungan usaha (perusahaan diasumsikan akan terus ada),” jelas dia.

Sementara itu, pemakai laporan keuangan syariah terdiri dari pemilik dana qardh, pemilik dana syirkah temporer, pemilik dana titipan, pembayar & penerima zakat, infaq, sedekah, wakaf, dan pengawas syariah, serta masyarakat.

Instrumen keuangan syariah terbagi menjadi tiga, pertama akad investasi yang terdiri dari mudharabah, musyarakah, sukuk, saham syariah. Kedua, akad jual-beli terdiri dari murabahah, salam, dan istishna. Ketiga, akad lainnya seperti sharf, wadiah, qardhul hasan, wakalah, kafalah, hiwalah, dan rahn.

Posisi keuangan syariah seperti dana syirkah temporer yang merupakan dana yang diterima sebagai investasi dengan jangka waktu tertentu dari individu dan pihak lainnya di mana entitas syariah mempunyai untuk mengelola dan menginvestasikan dana tersebut dengan pembagian hasil investasi berdasarkan kesepakatan.

Bentuk laporan keuangan syariah melihat posisi keuangan entitas syariah yang disajikan sebagai laporan posisi keuangan, informasi kinerja entitas syariah, disajikan dalam laporan laba rugi komprehensif, informasi perubahan posisi keuangan entitas syariah.

Tujuan laporan keuangan syariah diperuntukkan untuk meningkatkan kepatuhan terhadap prinsip syariah dalam semua transaksi & kegiatan usaha. Informasi kepatuhan entitas syariah terhadap prinsip syariah mengenai aset, liabilitas, pendapatan & beban yang tidak sesuai dengan prinsip syariah serta bagaimana perolehan & penggunaannya.

“Selain itu, sebagai informasi untuk membantu mengevaluasi pemenuhan tanggung jawab entitas syariah terhadap amanah dalam mengamankan dana, menginvestasikannya pada tingkat keuntungan yang layak. Tak hanya itu, sebagai informasi juga untuk tingkat keuntungan investasi yang diperoleh penanam modal & pemilik dana syirkah temporer dan mengenai pemenuhan kewajiban (obligation) fungsi sosial entitas syariah,” tutupnya. (Des)