Departemen Akuntansi FEB UI Adakan Kuliah Umum Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah

Departemen Akuntansi FEB UI Adakan Kuliah Umum Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah

 

Nino Eka Putra ~ Humas FEB UI

DEPOK – Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia mengadakan Kuliah Umum dengan tema “Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah” dengan narasumber Achyar Hanafi, S.E., M.Si., selaku Direktur Pelaksana dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri RI yang dimoderatori oleh Sonya Oktaviana, S.E., M.Ak., selaku dosen pada Departemen Akuntansi FEB UI.

Kuliah Umum ini merupakan mata kuliah dari Akuntansi Sektor Publik yang dikoordinasikan oleh Dr. Dyah Setyaningrum selaku Ketua Program Studi S-1 Reguler Akuntansi. Di dalam pemaparan materi kuliahnya, Achyar Hanafi mengatakan bahwa kekuasaan pengelolaan keuangan negara merupakan bagian dari kekuasaan pemerintah.

Presiden RI selaku PKPKN menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada gubernur/bupati/walikota untuk memiliki otoritas dan bertanggungjawab terhadap pengelolaan keuangan daerah. Terdapat banyak dasar hukum mengenai pengelolaan keuangan daerah, di antaranya UU 32/04 PP 58 tahun 2005 mengenai pengelolaan keuangan daerah, Permendagri 64 tahun 2010.

“Keuangan daerah itu segala hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang. Azaz umum APBD disusun berdasarkan kebutuhan penyelenggaraan Pemda & kemampuan pendapatan daerah. Berpedoman pada RKPD dalam rangka mewujudkan pelayanan kepada masyarakat, mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, stabilisasi, dan ditetapkan dengan Perda,” ucap Achyar Hanafi dalam materi kuliah umumnya di Student Center, pada Senin (5/11/2018).

Siklus pengelolaan keuangan daerah diawali sesudah kepala daerah dilantik harus membuat perencanaan selama 5 tahun ke depan, kemudian dibreakdown per tahun dan disusun sebagai RKPD (Rencana Kerja Pemerintah Daerah) baik provinsi maupun kota/kabupaten.

“Dari rencana-rencana tersebut diterjemahkan ke dalam anggaran masing-masing level lembaga daerah. Setelah tahap perencanaan disusun dalam bentuk DKP kemudian dilaksanakan, barulah tahap akhir harus dilaporkan dan dipertanggungjawabkan,” ujar dia.

Kepala daerah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah di bawahnya ada sekretaris daerah sebagai koordinator pengelolaan keuangan daerah. Sementara di bawah sekretaris daerah dibagi dua, yaitu pengguna anggaran (Kepala SKPD), dan PPKD selaku BUD (Kepala SKPKD).

Struktur APBD terdiri dari tiga komposisi, yaitu pendapatan daerah yang merupakan perkiraan yang terukur & rasional yang memiliki kepastian dasar hukum penerimaannya, belanja daerah untuk pelaksanaan urusan wajib dan pilihan yang menjadi kewenangannya (terdiri dari urusan wajib dan pilihan yang telah ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan, dan pembiayaan daerah yang bisa digunakan sebagai menutup defisit atau memanfaatkan surplus.

Struktur pendapatan terdiri dari pendapatan asli daerah yang berasal dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Dana perimbangan berasal dari dana bagi hasil, alokasi umum & khusus, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah (hibah, dana darurat, dana bagi hasil pajak dari provinsi kepada kabupaten/kota, dana penyesuaian & OTSUS, dan bantuan keuangan dari provinsi/pemda lainnya.

Transaksi di level pemda dilaksanakan oleh PPKD dan mereka melaksanakan siklus pengelolaan keuangan dari RKA hingga sistem per-akuntansian. “Dalam konstruksi keuangan daerah, terdapat dua jenis transaksi, yaitu transaksi pada level Satuan Kerja (SKPD dan SKPKD), dan transaksi pada level Pemda. Standar akuntansi pemerintah daerah dibagi menjadi 2, yakni ada struktur SKPD dan PPKD,” tambahnya.

BPK diberikan waktu 2 bulan untuk mengaudit dengan tujuan memberikan opini atas laporan keuangan lembaga negara. Hasil laporan pemeriksaan BPK berdasarkan penjelasan pasal 16 UU 15 tahun 2004 terkait opini merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada kriteria, yaitu kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan, kecukupan pengungkapan, kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan, dan efektivitas sistem pengendalian internal.

Laporan hasil pemeriksaan yang telah disampaikan kepada lembaga perwakilan, dinyatakan terbuka untuk umum. Apabila dalam pemeriksaan tersebut ditemukan unsur pidana, BPK melaporkan hal tersebut kepada instansi yang berwenang untuk dijadikan dasar penyidikan.

“Dengan demikian, sepanjang tidak ditemukan unsur pidana, opini atas LKPD tidak mempunyai implikasi hukum secara langsung terhadap pelaksanaan APBD. Pemda hanya berkewajiban untuk menindaklanjuti rekomendasi BPK untuk perbaikan pertanggungjawaban keuangan di masa datang,” tutupnya. (Des)