Departemen Ilmu Ekonomi FEB UI Selenggarakan The 3rd ICIED dan The 1st ICIEBF

Departemen Ilmu Ekonomi FEB UI Selenggarakan The 3rd ICIED dan The 1st ICIEBF

 

Nino Eka Putra ~ Humas FEB UI

DEPOK – Departemen Ilmu Ekonomi FEB UI bekerjasama dengan Bank Indonesia dan Republika menyelenggarakan The 3rd International Conference on Indonesian Economy and Development (ICIED) dan The 1st International Conference on Islamic Economics, Business and Finance (ICIEBF) yang berlangsung di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, pada (18–19/9/2018).

Konferensi ini dibuka oleh sambutan Prof. Ari Kuncoro, Ph.D., selaku Dekan FEB UI. Ia mengatakan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, FEB UI berusaha untuk memberikan pendidikan yang sangat baik dan untuk melaksanakan penelitian berkualitas tinggi. Hal ini sejalan dengan misi UI menjadi universitas terkemuka.

FEB UI terus bergerak maju untuk menciptakan lingkungan yang sangat baik untuk penelitian dan publikasi akademik. “ICIED ke-3 dan ICIEBF ke-1 adalah salah satu kegiatan yang kami berikan dukungan penuh, karena semoga dapat meningkatkan keterlibatan internasional, mendorong jejaring di antara para cendekiawan nasional maupun internasional, dan mendorong publikasi penelitian terutama oleh para sarjana FEB UI,” ucap Ari Kuncoro.

Pada hari pertama, sesi keynote speech disampaikan oleh Dodi Budi Waluyo, MBA., selaku Wakil Gubernur Bank Indonesia. Ia memaparkan bahwa kebijakan ekonomi dan keuangan yang sudah diterapkan oleh Bank Indonesia, di antaranya dari kebijakan moneter, meliputi mencapai dan menjaga stabilitas rupiah, mengembangkan instrumen, infrastruktur, peraturan & investor yang berbasis syariah termasuk melibatkan sektor sosial sekuritas syariah. Kemudian, dari kebijakan makroprudensial, meliputi memperkuat bisnis syariah, meningkatkan bisnis korporasi syariah, meningkatkan bisnis mustahik, mendorong integrasi komersial dan keuangan sosial syariah.

“Keterlibatan Indonesia dalam ekonomi dan keuangan regional, yaitu mengembangkan ekonomi syariah & membiayai penelitian dan studi, memperkuat pemberdayaan ekonomi syariah, memberdayakan ZISWAF dan keuangan mikro, penguatan & pendidikan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia. Selain itu, di kancah internasional, yakni menjadi anggota IDB, OIC, IIFM, IILM, forum IFSB, dan mendorong untuk mendirikan World Islamic Infrastructure Bank (WIIB),” ucap Dodi Budi Waluyo.

Kemudian, sesi studium generale yang disampaikan oleh Prof. M. Kabir Hassan (University of New Orleans). Beliau memaparkan bahwa Islam sebagai ‘kode kehidupan yang lengkap’ mencakup setiap aspek kehidupan manusia. Ini memberikan arahan tentang bagaimana kegiatan ekonomi dan keuangan harus beroperasi berdasarkan moral dan bukan hanya sistem ekonomi. Selain itu, pembangunan berkelanjutan menargetkan tiga tujuan luas bagi masyarakat (pembangunan ekonomi, inklusi sosial, keberlanjutan lingkungan).

“Persamaan sektor riil dengan sektor moneter dalam ekonomi modern bahwa ekonom mengakui penekanan utama harus pada sektor riil, ekonomi riil, dan itulah sebabnya data ekonomi dipisahkan menjadi variabel nominal dan riil. Ekonomi mengidentifikasi empat faktor produksi (tanah, tenaga kerja, modal dan kewirausahaan, uang atau aset moneter), inansial tidak dianggap modal, karena dengan faktor produksi hanya apa yang masuk ke dalam produksi aktual,” tutur M. Kabir Hassan.

Setelah itu, sisi plenary session yang disampaikan oleh dua narasumber. Pertama, disampaikan oleh disampaikan oleh Dr. Ascarya (Institut Bank Indonesia). Ia memaparkan keuangan mikro syariah dapat dipandang sebagai kombinasi keuangan mikro dan keuangan syariah, sehingga tetap mempertahankan praktik dan model utama keuangan mikro, sementara memodifikasi perilaku, produk, dan layanan untuk membuat mereka mematuhi syariat, yang mempromosikan keadilan, keadilan, dan kesetaraan. Baitul Maal wat Tamwiel (BMT) mengumpulkan zakat, infaq, shadaqah, dan dana wakaf dari donor masing-masing, yaitu, muzakki (zakat), munfiq (infaq/shadaqah) dan wakif (waqf).

“BMT sendiri merupakan keuangan mikro Islami yang unik di Indonesia yang memainkan peran penting sebagai model IMFI berkelanjutan yang menyediakan pembiayaan dan layanan IMF lainnya kepada orang miskin dan UMK, agen inklusif keuangan holistik (HFI),” jelas Ascarya.

Narasumber kedua dalam plenary session disampaikan oleh Rifki Ismal, Ph.D., selaku Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah di Bank Indonesia. Ia mengatakan bahwa peluang adanya potensi wakaf yang siap dibiayai oleh Kemenkeu berdasarkan menempatkan dana wakaf di sukuk berbasis proyek, nadhir sudah memiliki akses untuk menawarkan CWLS kepada publik dan sudah memiliki akses ke sektor zakat untuk mendistribusikan hasil dari manajemen wakaf ke program produktif.

“Aliran dana berasal dari 2 sumber, pertama berasal dari nadzhir dan pemerintah, meliputi sektor wakaf disumbangkan melalui proyek gov melalui SBSN, wakif (melalui nadzhir) sebagai investor baru di pasar sukuk, Gov menawarkan proyek-proyek yang dibiayai oleh wakaf tunai. Kedua, berasal dari nadzhir dan LAZ, meliputi integrasi sektor wakaf & zakat, lembaga zakat mendapat dana sosial untuk membiayai kegiatan sosial, aktivitas sosial LAZ dan proyek gov memberikan efek berganda terhadap ekonomi,” tutur Rifki Ismal.

Hari kedua, keynote speech disampaikan oleh Prof. Bambang P.S. Brodjonegoro, Ph.D., selaku Menteri PPN RI/Kepala Bappenas. Beliau menyampaikan bahwa di Indonesia peningkatan 1% populasi di perkotaan hanya berpengaruh 1.4% per tahun, lebih rendah daripada China dan negara Asia Tenggara lainnya. Salah satu faktor penghambat pertumbuhan perkotaan (urban development) adalah kurangnya akses untuk infrastruktur dasar seperti pipa air, sanitasi, perumahan.

“Untuk mewujudkan hal itu semua, Bappenas telah menyiapkan target untuk Indonesia 2045 yaitu Indonesia yang berdaulat, progresif, adil, dan makmur. Serta negara yang berbudaya dan memiliki masyarakat yang unggul dalam teknologi, ekonomi yang berkelanjutan, serta pembangunan yang inkusif dan demokratis. Skema ini dapat bekerja sama dengan bank, BUMN, investasi swasta, ZISWAF untuk air dan sanitasi, rumah subsidi,” jelas Bambang.

Kemudian, sesi studium generale yang disampaikan oleh Prof. Erick Verhoef (Vrije University of Amsterdam). Beliau memaparkan tentang “Menggunakan Izin yang Dapat Diperdagangkan untuk Mengelola Mobilitas Perkotaan”. Sebagian besar peserta memahami izin mobilitas yang dapat diperdagangkan baik tradability serta bagaimana menggunakannya. Dari kinerja yang terungkap dan dari kuesioner bahwa sebagian besar pilihan memang rasional, peserta juga menunjukkan bahwa membuat pilihan itu mudah dan merasa lebih sulit untuk menentukan perilaku perdagangan terbaik.

“Kesimpulan yang bisa diambil ialah izin tepercaya sebagai aplikasi yang menjanjikan, lebih efisien dan berkelanjutan secara finansial daripada memberi imbalan. Lebih diterima dari harga, perilaku pengguna, rasionalitas, dan penerimaan, stabilitas dan keseimbangan pasar,” ungkap Erick Verhoef.

Dan terakhir, sesi plenary session yang disampaikan oleh Prof. Aris Ananta, Ph.D., selaku Guru Besar FEB UI. Ia memaparkan bahwa mobilitas penduduk merupakan kecenderungan demografis global yang muncul dengan implikasi sosial, ekonomi, dan politik yang luas. Ini meningkatkan efisiensi pasar tenaga kerja dan memenuhi salah satu HAM dan ini juga memunculkan gerakan “anti-migrasi” atau “anti-orang asing”. Selain itu, untuk meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif pada kesejahteraan masyarakat, kita perlu memahami tren dan arah masa depan mobilitas penduduk.

“Mobilitas penduduk dan pembangunan berkelanjutan dari segi negatif bahwa kemampuan untuk melihat perbedaan pada orang lain dapat menyebabkan kebencian ibarat ‘tuan rumah’ mungkin merasa bahwa mereka ‘diserang’ oleh orang lain. Sedangkan sisi positif bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat, misalnya meningkatkan efisiensi pasar tenaga kerja dengan mengoptimalkan alokasi faktor-faktor produksi dan mempromosikan demokrasi & keadilan sebagai kebebasan bergerak adalah salah satu HAM,” ucap Aris Ananta. (Des)

 

 

 

 

Â