Sri Mulyani: Reformasi Fiskal untuk Ekonomi Masyarakat yang Adil dan Sejahtera

Sri Mulyani: Reformasi Fiskal untuk Ekonomi Masyarakat yang Adil dan Sejahtera

 

Nino Eka Putra – Humas FEB UI

DEPOK (18/5/2018) – Program Studi Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia melangsungkan kuliah Perekonomian Indonesia yang bertempat di Auditorium Soeria Atmadja, Gedung Dekanat, pada Rabu (16/5/2018).

Kuliah ini mengusung tema “Reformasi Fiskal untuk Ekonomi Masyarakat yang Adil dan Sejahtera” dengan pemateri yang disampaikan oleh Sri Mulyani Indrawati, Ph.D., selaku Menteri Keuangan Republik Indonesia. Kuliah ini diawali oleh sambutan Prof. Ari Kuncoro, Ph.D., selaku Dekan FEB UI.

Prof. Ari Kuncoro, Ph.D., dalam sambutannya, mengucapkan rasa bangga terhadap Menteri Keuangan RI, karena mahasiswa FEB UI tak hanya mendapatkan kuliah secara teori ataupun text book tetapi mendapatkan materi perkuliahan secara praktik yang disampaikan langsung oleh ahli di bidangnya. “Sesuai dengan kondisi ekonomi nasional dan global yang situasinya selalu berubah-ubah, mungkin kita harus mengupgrade ekonomi tersebut langsung dari pakarnya” tutup Prof. Ari Kuncoro, Ph.D.

Di dalam kuliahnya, Sri Mulyani Indrawati, Ph.D., menyampaikan instrumen yang dilakukan pemerintah untuk mengelola ekonomi makro, seperti menciptakan barang & jasa, lapangan pekerjaan, meningkatkan masyarakat sejahtera dan merasakan keadilan membutuhkan fiskal atau APBN. Sedangkan instrumen yang dikuasai dan dijalankan oleh bank sentral, yakni kebijakan moneter. Keduanya itu bisa bertemu di market dan juga dalam perekonomian serta menciptakan keseimbangan. Artinya, seimbang itu menyangkut ekonomi masyarakat tetap sejahtera, inflasi terjaga, stabilitas terjaga, dan distribusi semakin adil.

Fiskal atau APBN perlu direformasi, karena kondisi ekonomi nasional dan global tidak selalu linier dan stabil, masih ada contingent liability yang akan bisa menjadi beban fiskal pemerintah (sistem jaminan sosial, pemilikan pemerintah BUMN, UU Bank Indonesia, jaminan terhadap simpanan masyarakat). Selain itu, ruang fiskal harus dibangun terutama pada saat ekonomi dalam kondisi baik untuk melakukan counter cycical dan antisipasi/penanganan krisis apabila terjadi.

APBN itu sendiri merupakan salah satu instrumen untuk melakukan koreksi terhadap hal-hal yang sifatnya ketimpangan. APBN mempunyai fungsi yang penting, di antaranya Alokasi (untuk kebutuhan belanja Negara, bangun infrastruktur, mengelola SDM & SDA), Distribusi (si miskin mendapat bantuan dana lebih banyak, sedangkan si kaya harus membayar pajak ke Negara), dan Stabilitas (kalau ekonomi mengalami guncangan, maka APBN harus bisa mengambil langkah kebijakan untuk mengatasinya).

“Dalam Undang-Undang Dasar Negara kita, disebutkan bahwa dalam menyelenggarakan Negara untuk mencapai tujuan bernegara yang adil dan makmur, maka Negara berhak memungut pajak” ujar Sri Mulyani Indrawati di sela-sela pemaparan materi kuliahnya.

Penerimaan pajak Indonesia saat ini berada di sekitar 1.850 Triliun Rupiah. Sedangkan pengeluaran terhadap belanja negara sekitar 2.220 Triliun Rupiah. Tentu, ini terjadi defisit antara penerimaan dan pengeluaran. Alhasil, Negara mau tidak mau harus menerbitkan surat hutang ke negara lain untuk menutup selisih defisit tadi.

Dari anggaran belanja negara yang mencapai angka 2.220 Triliun Rupiah, hanya 20% saja yang digunakan untuk anggaran pendidikan sebesar 440 Triliun. Bila kita melihat Negara ASEAN lainnya,seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam, mereka bisa memanfaatkan anggaran belanja negaranya untuk dunia pendidikan. Hasilnya, dunia pendidikan mereka lebih unggul sedikit dibandingkan dengan Indonesia.

Namun, yang menjadi persoalan dari pajak kita ialah pembayar pajak di Indonesia terlalu sedikit dan rata-rata dari mereka menghindari pajak. Terbukti dari 257 penduduk Indonesia yang bekerja itu hanya 110 angkatan kerja di bidang formal maupun informal, dan 5% yang membayar pajak. Berarti, dari 257 penduduk Indonesia yang membayar pajak hanya 95 juta orang. Dari data per April 2018 yang register untuk membayar pajak 38,7 juta orang.

“Dari 38,7 juta orang, bilang saja register pajak yang benar-benar ngasih SPT itu 17,7 orang. Sedangkan, SPT nya yang tidak nihil hanya 10,6 juta orang. Jadi, Republik ini jumlah penduduknya 257 juta jiwa  hanya ditanggung oleh 10,6 juta jiwa yang benar-benar Pajak SPT nya sesuai dengan Negara” tandas Sri Mulyani Indrawati.

Tax ratio Indonesia berada di angka 11% dan termasuk yang terendah. Bila dibandingkan dengan Singapura, Malaysia, Thailand, Tax Rationya ada di angka 15-16%. Negara yang maju seperti Jerman bisa menghasilkan 25% Tax ratio. Selain itu, Income Tax Indonesia di angka 25%, Singapura di angka 17%, Malaysia di angka 22%, Thailand di angka 30%, dan Jerman di angka 45%.

Kendati demikian, diharapkan mahasiswa FEB UI yang sudah mendapatkan materi perkuliahan ini bisa berpikir kritis untuk memperbaiki perekonomian di Indonesia suatu saat nanti, supaya masyarakat Indonesia ini bisa hidup lebih sejahtera dan adil serta ekonomi Indonesia semakin maju. (Des)