Peran Ekonomi Islam dalam Mewujudkan Pembangunan yang Adil dan Berkelanjutan

DEPOK – Program Studi Ilmu Ekonomi dan Bisnis Islam Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia menyelenggarakan kuliah umum, yang bertempat di Auditorium Gedung Dekanat, pada Kamis (26/10/2017).

Kuliah umum ini mengusung tema “Peran Ekonomi Islam dalam Mewujudkan Pembangunan yang Adil dan Berkelanjutan” dengan pembicara Prof. Bambang P.S Brodjonegoro, Ph.D. selaku Menteri PPN/Kepala Bappenas dan dimoderatori oleh Rahmatina Awaliah Kasri, Ph.D., selaku Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Islam Program Pendidikan Sarjana.

Dalam kuliah umum, Prof. Bambang Brodjonegoro, Ph.D., menyampaikan Filosofi dari ekonomi Islam ialah ekonomi yang bisa menerjemahkan nilai-nilai dari agama Islam dalam kehidupan sehari-hari yang berbasis barang dan jasa tanpa riba. Salah satunya, zakat yang bisa dijadikan instrumen sebagai pemerataan dalam perekonomian sekaligus mengurangi kemiskinan dan mencegah ketimpangan.

Ekonomi Islam di Indonesia pada masa orde baru, sifatnya masih mendua, karena terjadi dua pandangan antara pro dan kontra. Pada saat itu juga, perbankan berbasis Islam agar bisa diterima oleh masyarakat justru tidak memakai istilah Islamic tetapi menggunakan istilah syariah. Karena berpegang teguh pada nilai-nilai dari ekonomi Islam tersebut antara lain kepemilikan, keadilan, kebersamaan atau kerja sama, dan keseimbangan.

Pengembangan ekonomi dan keuangan perbankan syariah sampai saat ini masih tertinggal di sektor visit economics, khususnya Islamic economic development. Untuk itu, kita fokuskan sisi ekonomi pembangunan dan sektor riil. Karena melihat ekonomi kita, untuk perbankan hanya bisa hidup bila ada orang yang mengajukan kredit kepada bank tersebut. Problemnya, perbankan syariah kita relatif kecil, semata-mata sektor riil yang berbasis syariah itu masih belum berkembang. Sehingga permintaan kredit kepada bank syariah, akhirnya terbatas dan belum bisa menjadi bank besar. Pada akhirnya, bank syariah memberikan kredit yang tidak ada hubungannya dengan kegiatan halal atau syariah demi menghidupi bank tersebut.

Pemerintah Indonesia sudah banyak melakukan kebijakan afirmasi termasuk membentuk Komite Nasional Ekonomi Syariah untuk memperbaiki kualitas pasar keuangan syariah di Indonesia. Jadi, harus ada bank syariah yang besar kedepannya. Kemudian, mengembangkan peran perbankan syariah dalam pembangunan nasional termasuk fasilitas perbankan syariah untuk seluruh segmen masyarakat, optimalisasi dana-dana sosial keagamaan agar tepat sasaran dan bisa digunakan sebagai investasi, seperti wira haji, membiayai proyek-proyek infrastruktur pendidikan dan pembangunan, meningkatkan daya saing industri keuangan, serta mendorong kemandiriin ekonomi Islam di Indonesia.

Selain itu, pemerintah fokus ke depannya, pada bidang jasa, seperti FFT (Food, Fashion, Tourism) yang bersertifikasi halal untuk mendorong pendapatan devisa negara dari sektor pariwisata. Tentu untuk mewujudkannya perlu memberdayakan pesantren yang lebih mandiri, dan mengoptimalkan pembangunan, yaitu sukuk, dana sosial islam (zakat, infaq, shadaqah, dan wukuf).

Bila dilihat dari peringkat anggota OASI (Koalisi Islam), Indonesia berada diposisi ke-6 dengan pendapatan 24 Miliar US dan jumlah pengunjung 12 juta/tahun. Tentu, Indonesia masih tertinggal dengan Malaysia. Selain itu, Indonesia masih menempati peringkat ke-4 di bawah Saudi, UIE, Qatar dari sektor pariwisata halal global 2015.

Kendati demikian, disela-sela penutup kuliah umumnya, Prof. Bambang P.S Brodjonegoro, Ph.D., berpesan kepada mahasiswa FEB UI, bila sudah lulus dari FEB UI, janganlah memikirkan menjadi pegawai, tetapi berpikirlah menjadi muslim entrepreneur yang bisa mendorong dan memajukan perekonomian Islam Indonesia.

Humas FEB UI,

2017